My Coldest CEO

34| Difference In Mood



34| Difference In Mood

0"Tidak ada yang murahan, sudah ah jangan membahas hal yang tidak penting. Lakukan saja kegiatan mu, sampai jumpa."     

Pip     

Felia menatap layar ponselnya, ia menaikkan sebelah alis kala mendengar panggilan yang sudah tidak tersambung kembali. Ia menghembuskan napasnya, memang dasar Leo itu menyebalkan.     

Menatap ke sekeliling halaman belakang mansion milik laki-laki dengan gelar di pandang dunia itu, kedua bola mata Felia benar-benar berkilat senang. Sewaktu dirinya di rumah Azrell, tentu saja wanita itu tidak memiliki kolam renang di halaman belakang rumah karena katanya percuma saja soalnya rumah lama dan tidak berpenghuni. Jadi, ya ia memang tidak pernah berenang kecuali saat beberapa tahun lalu ia pergi ke wisata kolam renang sendirian.     

Felia berjalan mendekati meja yang terdapat di sisi bersebelahan dengan kursi santai kayu. Melakukan sedikit peregangan otot --pemanasan-- supaya tidak terjadi cedera yang tidak di inginkan, mulutnya terus menerus menggumamkan angka 1 sampai dengan 8 bersamaan dengan variasi gerakan untuk pemanasan.     

Mengambil waktu lima menit, ia akhirnya sudah siap untuk berenang. Tapi membiarkan peluh di dahinya tersapu angin terlebih dahulu.     

"Nona ingin di buatkan apa?"     

Salah seorang maid wanita yang sekiranya berumur lebih tua daripada Felia itu tiba-tiba saja sudah berada tidak jauh dari pijakannya berdiri. Menatap dirinya dengan tatapan sangat sopan, ah iya jangan lupakan senyuman hangat yang sudah tercetak jelas di wajah.     

"Hm, aku ingin sesuatu minuman yang hangat. Apa kamu memiliki rekomendasi untuk itu?" tanyanya yang tadi mengambil posisi berpose seperti sedang mikir keras, sekarang menjadi mengubah posenya seperti bingung.     

Maid itu pun menganggukan kepalanya, seolah-olah ia sangat tahu dengan apa yang Felia butuhkan. Mengingat hari masih pagi dan sang kekasih dari Tuan rumahnya itu, ia sangat tahu minuman apa yang sebaiknya di sediakan.     

"Saya sangat merekomendasikan wassail sebagai minumannya dan camilannya akan saya bawakan alfajores." ucapnya sambil mengulas sebuah senyuman manis, ia memang sangat pandai merekomendasikan sesuatu untuk orang yang bertanya pada dirinya. Karena ibaratnya ia hanya waitress dan di mansion ini terdapat barista yang ahli membuat berbagai macam minuman dari negara lain dan juga memiliki chef handal.     

//Fyi; wassail adalah minuman asal Inggris, minuman ini merupakan cuka berempah. Sebab minuman ini terbuat dari campuran cuka apel, jeruk, lemon, kayu manis, dan pala. Tentunya rasa minuman ini segar dan manis serta minuman ini bisa menghangatkan sehingga sangat pas dikonsumsi bersama dengan cookies renyah.//     

//Fyi; Di Argentina, alfajores yang berisi fla duche de leche plus taburan kelapa parut jadi favorit warga lokal untuk sarapan. //     

Menganggukkan kepalanya, setuju dengan apa yang di katakan oleh maid tersebut. Walaupun bisa dikatakan jika dirinya adalah wanita yang katro dan sedikit ketinggalan jaman, tapi tentu saja ia masih tahu menu-menu makanan dan minuman karena sejak dulu sam suka sekali menjalankan pada dirinya bahkan sempat di suruh praktek membuat. "Kalau begitu, boleh. Tapi sediakan hangat sekitar setengah jam lagi ya, aku mau berlama-lama renang dulu nanti hangatnya hilang." ucapnya.     

Maid tersebut membungkukkan sedikit tubuhnya dengan sopan, "Baik Nona. Saya akan memberitahukan keinginan Nona pada ahlinya, selamat merenggangkan tubuh di pagi hari, saya permisi dulu." ucapnya.     

Setelah melihat anggukan kecil serta ucapan terimakasih yang terdengar jelas dan begitu tulus keluar dari mulut Felia, maid itu langsung saja membalikkan tubuhnya dan kembali masuk ke dalam mansion.     

Benar-benar terasa seperti seorang putri kerajaan dengan para pelayan yang selalu menawarkan ini itu tanpa perlu repot-repot ia memintanya. "Keren, sepertinya impian ku sewaktu kecil terwujud saat ini." gumamnya sambil terkekeh kecil.     

Ia ingat sekali saat masa kecil suka sekali bermimpi menjadi seorang putri dengan mahkota cantik yang bertengger di atas kepalanya. Jangan lupakan jika dirinya pernah membayangkan di jemput oleh pangeran dengan kuda putih, berwajah tampan dan mempesona.     

Apa semua impian semasa kecilnya yang hidup serba kekurangan, mulai terwujud pada hari ini?     

"Ih sudahlah Felia, jangan banyak berangan. Leo saja tidak mungkin akan menampung lama diri mu di sini, lebih baik segera mencari pekerjaan walaupun mustahil untuk di terima."     

Belum mencoba sudah pesimis, belum mencoba sudah tahu betul jawabannya. Ingin pasrah, memang sudah seharusnya seperti itu.     

"Kenapa sih harus berakhir seperti ini? kenapa juga Azrell harus membenci diri ku? aku sudah berbuat sebaik mungkin tapi aku di hina habis-habisan, huh."     

Ia memposisikan tubuhnya di tepi kolam renang, lalu menatap air yang seolah-olah warna biru karena pantulan ubin berwarna senada dengan ilustrasi warna air.     

Byur ...     

Tubuh Felia masuk ke dalam kolam renang, membasahi tubuhnya yang masih berpakaian milik Leo. Ia tidak biasa menampilkan tubuhnya untuk berenang hanya dengan tampilan bikini saja, ia risih kalau ada orang yang melihat walaupun orang itu sesama jenis dengan dirinya.     

Dinginnya air kolam yang nyaris tidak pernah di sentuh oleh Leo --kecuali pada akhir pekan, itu juga kalau laki-laki tersebut memiliki waktu luang--, mulai merasuki setiap sel syaraf yang terdapat di tubuh Leo. Memberikan sensasi menyegarkan.     

...     

Di sisi lain ...     

Azrell masuk ke dalam ruang kerjanya tanpa mengulas senyum, raut wajahnya datar menyiratkan sebuah tatapan yang sangat terluka. Ia menaruh tas jinjingnya tepat di atas meja kerja lalu berjalan ke sisi lain meja untuk meraih sebuah bingkai yang selalu ia pasang di atas sana. Ia berdecih kala melihat wanita yang satu frame foto dengan dirinya, dia adalah Felia.     

Ia menganggap kalau dirinya memiliki seseorang yang bisa memberikan support, bahkan ia membiarkan Felia datang dan menginjakkan kaki di mansion megah milik Leo. Apa kebaikannya ini masih bekum lebih bisa membuat dirinya merasakan budi yang setimpal?     

tangan kirinya yang bebas mulai mengepal kuat, dengan mata memerah itu mendengus. "Jalang!" serunya sambil melempar dengan keras bingkai foto yang tadi berada di tangannya sampai hancur berkeping-keping di lantai.     

Ia tidak tahu harus bagaimana lagi dalam menyikapi semua ini. Berjalan ke arah salah satu rak buku yang ada di ruangan ini, ia mengambil bulu yang setipis majalah. Itu adalah pemberian dari Leo untuk dirinya, hasil karya tangan laki-laki itu sendiri.     

Dulu, Leo pernah bilang pada dirinya;     

'Kalau saya melangkah terlalu jauh dan tidak kembali, kamu bisa tunjukkan aku buku ini.'     

'Kalau aku melangkah pergi karena ada yang baru, tolong ingatkan ini juga kepada saya.'     

Throwback     

Azrell yang tampak fokus dengan layar laptopnya pun tidak menyadari jika kini sudah ada seorang laki-laki yang masuk ke dalam ruang kerja miliknya. Mendaratkan bokong di sofa yang berada di ruangannya, siapa lagi kalau bukan Leo?     

Laki-laki yang sudah hampir satu bulan ini menetap di hatinya, bersamaan dengan memori indah yang terkumpul menjadi satu rangkaian.     

"Ekhem,"     

Deheman dengan suara bariton itu pun membuat titik fokus Azrell terpecah. Ia menolehkan kepala ke sumber suara lalu melihat laki-laki yang sudah beruncang kaki dengan kedua tangannya yang berada di belakang tubuh.     

"Eh sayang, maaf aku sedang fokus dengan pekerjaan ku."     

"Tidak masalah, saya punya hadiah untuk mu."     

"Dan... apa itu, sayang?"     

Bersamaan dengan pertanyaan yang keluar darinya, Azrell mulai melangkahkan kakinya ke arah Leo yang sudah menegakkan tubuhnya namun kedua tangan masih berada di belakang.     

"Mendekatlah,"     

Azrell mendaratkan bokongnya tepat di samping laki-laki tersebut, lalu menaikkan sebelah alisnya, menunggu ucapan selanjutnya yang keluar dari dalam mulut sang kekasih.     

"Tada, saya punya sesuatu yang spesial untuk mu." ucap Leo sambil menyodorkan apa yang berada di tangannya. Ia menyerahkan sebuah buku tipis dengan sebuket bunga mawar dari balik tubuhnya.     

Melihat itu, tentu saja Azrell terharu. Mengambil buket bunga terlebih dahulu lalu menghirupnya dengan perlahan, ia sangat suka di perlakukan sangat romantis seperti ini. Menaruh buket bunga tersebut, lalu meraih buku yang disodorkan oleh Leo. "Dan ini, apa ini?" tanyanya sambil menatap laki-laki yang berada di sampingnya dengan raut wajah penasaran.     

Leo bergeming, seperti tidak ingin memberitahu dirinya tentang buku ini. Mau tidak mau, Azrell membukanya dengan perlahan.     

"Jadikan ini sebagai pacuan bagi diri mu, maaf selalu telat memberikan kabar untuk mu."     

"Tapi aku harap, kita bisa punya baby suatu saat nanti."     

Throwback off     

Dalam diam, sebuah senyuman miring yang terlihat sinis mulai tercetak jelas di permukaan wajah Azrell. Ia tahu cara mengambil Leo kembali, dan membuang Felia. Bagaimana bisa seseorang yang sudah ia tolong dengan 1000 kebaikan, menghancurkan dirinya hanya dengan 1 kejahatan? bukankah sebuah kewajaran kalau dirinya ini membalas dendam?     

Siapapun yang memulai masalah dengan dirinya, pasti orang itu harus merasakan bagaimana sakitnya saat berada di posisi seperti ini.     

"Kalau ada pemicu, pasti bisa mengembalikan keadaan seperti awal, iya kan?"     

Azrell sangat paham kalau jauh di lubuk hati Leo masih tersimpan jelas namanya. Laki-laki itu hanya tinggi ego karena sibuk mencari yang sempurna. Hei, setiap insan pasti memiliki masa lalu yang buruk, iya kan?     

Berjalan ke arah kursi kerjanya, lalu mendaratkan bokong tepat di atas sana. Ia memiliki satu kunci penghubung, dan ya pengharapan berhasil kira-kira 70% dari 100%.     

Ia langsung saja memasukkan buku tipis tersebut ke dalam tas jinjing miliknya. Sudah selesai, ia pun hanya duduk diam dan menghembuskan napasnya. "Hari yang indah," gumamnya.     

Merenggangkan kedua tangan yang terasa kebas, ia langsung saja mengambil sebuah bedak padat untuk memoles kembali wajahnya yang cantik karena kini make upnya nyaris terhapus karena ia sempat merasakan sesak yang mengundang bulir air mata jatuh ke pipi.     

"Kalau saat ini aku menangis, mungkin besok selanjutnya Felia." ucapnya.     

Setiap cinta, pasti selalu membuat seseorang merasakan apa arti kebahagiaan yang sesungguhnya tapi di satu sisi ia merasakan kehancuran ketika ungkapan 'jatuh' cinta yang sesungguhnya terasa begitu menyakitkan.     

Jadi, ini adalah sebuah perbandingan suasana hati antara seorang Azrell dengan seorang Felia.     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.